Belakangan ini masyarakat sering dikejutkan
dengan pemberitaan di televisi atau media massa lainnya yang mengungkap
kasus mengenai seksualitas yang tidak umum, seperti kakek yang mencabuli
anak di bawah umur, pelecehan seksual di tempat umum, hubungan seksual
dengan saudara dekat, dan lain sebagainya. Sebenarnya hal tersebut dapat
kita lihat dari sudut pandang psikologis yang akan bahas dalam artikel
saya ini. Saya akan mencoba menggambarkan beberapa gangguan seksual yang
dikategorikan pada gangguan paraphilia, termasuk didalamnya
faktor apa yang menyebabkan terjadinya gangguan tersebut, upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah hal itu terjadi, dan beberapa contoh
kasus yang pernah muncul. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.
A. GAMBARAN KLINIS PARAFILIA
Dalam DSM IV TR, paraphilia adalah
sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek
yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan
kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (philia). Fantasi,
doronganm atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan
menyebabkan distress. Seseorang dapat memiliki perilaku, fantasi, dan
dorongan seperti yang dimiliki seorang paraphilia namun tidak didiagnosis menderita paraphilia jika fantasi atau perilaku tersebut tidak berulang atau bila tidak mengalami distress karenanya.
Banyak orang sering kali mengalami lebih dari satu paraphilia dan
pola semacam itu dapat merupakan aspek gangguan kepribadian mental
lain, seperti skizofrenia, depresi, atau salah satu gangguan
kepribadian. Dari hasil survey di masyarakat, mengindikasikan bahwa
sebagian besar pengidap paraphilia adalah laki-laki.
Beberapa gangguan yang termasuk ke dalam kelompok paraphilia diantaranya fetishisme, fetishisme transvestik, pedofilia, incest, voyeurisme, eksibisionisme, froteurisme, sadisme dan masokisme seksual.
1. Fetishisme
Fetishisme adalah
ketergantungan pada benda mati untuk menimbulkan gairah seksual.
Misalnya sepatu, stoking, benda-benda dari karet seperti jas hujan,
sarung tangan, pakaian dari bulu, celana dalam, dan benda-benda lainnya
untuk menimbulkan gairah seksual bagi para fetisis.
Beberapa orang dapat
melakukan tindakan fetishisme mereka sendirian secara diam-diam dengan
membelai, menciumi, mengisap, menempelkan di anus, atau hanya menatap
benda-benda tersebut sambil melakukan masturbasi. Ada juga yang
membutuhkan pasangan untuk menggunakan fetis tersebut sebagai stimulan
sebelum melakukan hubungan seks. Fetisis kadang tertarik untuk
mengoleksi benda-benda yang diinginkannya dan bahkan mencuri di setiap
waktu untuk menambah koleksi mereka.
Ketertarikan yang dirasakan
fetisis pada benda tersebut dialami secara spontan dan tidak dapat
ditahan. Tingkat fokalisasi erotis – status eksklusif dan istimewa yang
dimiliki benda tersebut sebagai stimulan seksual – yang membedakan
fetishisme dengan ketertarikan yang normal.
Gangguan tersebut biasanya berawal dari masa remaja, biasanya remaja awal. Fetisis seringkali mengidap jenis paraphilia lain seperti pedofilia, sadisme, dan masokisme.
Adapun kriteria Fetishisme dalam DSM IV TR, yaitu:
· Berulang,
intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan, fantasi,
dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan
penggunaan benda-benda mati
· Menyebabkan disress dalam fungsi sosial atau pekerjaan
· Benda-benda
yang menimbulkan gairah seksual tidak terbatas pada bagian pakaian yang
dikenakan lawan jenis atau alat-alat yang dirancang untuk menstimulasi
alat kelamin secara fisik, seperti vibrator
2. Fetshisme Transvestik
Kondisi fetishisme
transvestik atau transvestisme yaitu jika seorang laki-laki mengalami
gairah seksual dengan memakai pakaian perempuan meskipun ia tetap merasa
sebagai seorang laki-laki. Transvestisme bervariasi mulai dari memakai
pakaian dalam perempuan dibalik pakaian konvensional hingga memakai
pakaian perempuan lengkap.
Fetishisme transvestik
biasanya diawalai dengan separuh menggunakan pakaian lawan jenis di saat
mereka anak-anak atau remaja. Para transvestit adalah heteroseksual,
selalu laki-laki, dan secara umum hanya memakai pakaian lawan jenis di
waktu tertentu saja dan tidak rutin. Di luar itu mereka cenderung
berpenampilan, berperilaku, dan memiliki minat seksual maskulin. Banyak
yang menikah dan menjalani kehidupan konvensional. Memakai pakaian lawan
jenis biasanya dilakukan secara diam-diam dan hanya diketahui oleh
sedikit anggota keluarga.
Adapun kriteria Fetishisme Transvestik dalam DSM IV TR, yaitu:
· Berulang,
intens, dan terjadi dalam kurun waktu setidaknya enam bulan pada
laki-laki heteroseksual, fantasi, dorongan, atau perilaku yang
menimbulkan gairah seksual berkaitan dengan memakai pakaian lawan jenis
· Menyebabkan disress dalam fungsi sosial atau pekerjaan
· Dapat berhubungan dengan disforia gender dalam kadar tertentu (merasa tidak nyaman dengan identitas gendernya)
3. Pedofilia
Menurut DSM, pedofil (pedos,
berarti “anak” dalam bahas Yunani) adalah orang dewasa yang mendapatkan
kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual dengan
anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka.
DSM IV TR mensyaratkan para pelakunya minimal berusia 16 tahun dan
minimal 5 tahun lebih tua dari si anak. Namun, penelitian tampaknya
tidak mendukung pernyataan DSM bahwa semua pedofil lebih menyukai
anak-anak prapubertas, beberapa diantaranya menjadi anak-anak
pascapubertas sebagai korbannya, yang secara hukun belum cukup umur
untuk diperbolehkan melakukan hubungan seks dengan orang dewasa.
Pedofilia lebih banyak
diidap oleh laki-laki daripada perempuan. Gangguan ini seringkali
komorbid dengan gangguan mood dan anxietas, penyalahgunaan zat, dan tipe
paraphilia lainnya. Pedofilia bisa homoseksual atau heteroseksual.
Dalam beberapa tahun terakhir, internet memiliki peran yang semakin
besar dalam pedofilia. Para pedofil memanfaatkan internet untuk
mengakses pornografi anak dan untuk menghubungi calon-calon korbannya.
Kekerasan jarang menjadi
bagian dalam pencabulan tersebut meskipun hal itu dapat terjadi, seperti
yang kadang menarik perhatian orang dalam bebrbagai besar di media.
Namun, meskipun sebagian besar pedofil tidak melukai korbannya secara
fisik, beberapa diantaranya sengaja menakut-nakuti si anak dengan,
misalnya, membunuh hewan peliharaan si anak dan mengancam akan lebih
menyakitinya jika si anak melapor kepada orangtuanya. Pencabulan
tersebut dapat terus berlangsung selama beberapa minggu, bulan, atau
tahun jika tidak diketahui oleh orang dewasa lain atau jika si anak
tidak memprotesnya.
Sejumlah kecil pedofil, yang
juga dapat diklasifikasikan sebagai sadistis seksual atau berkepribadian
antisosial (psikopatik), menyakiti objek nafsu mereka secara fisik dan
menyebabakan cedera serius. Mereka bahkan dapat membunuhnya. Para
individu tersebut, apakah psikopat atau bukan, mungkin lebih tepat
disebut pemerkosa anak dan secara fundamental berbeda dengan pedofil
terkait keinginan mereka untuk menyakiti si anak secara fisik minimal
sampai mereka mendapatkan kepuasan seksual.
Adapun kriteria Pedofilia dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan melakukan
kontak seksual dengan seorang anak prapubertas.
· Orang
yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau
dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan
mengalami distress atau masalah interpersonal.
· Orang yang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan 5 tahun lebih tua dari anak yang menjadi korbannya
4. Incest
Incest adalah
hubungan seksual antar kerabat dekat yang dilarang untuk menikah. Hal
ini paling sering terjadi antara saudara kandung laki-laki dan
perempuan. Bentuk paling umum lainnya yang dianggap lebih patologis
yaitu antara ayah dan anak.
Incest dicantumkan dalam DSM IV TR sebagai subtipe pedofilia. Terdapat dua perbedaan utama antara incest dan pedofilia. Pertama, incest sendiri berdasarkan definisinya dilakukan antaraggota keluarga. Kedua, korban incest
cenderung lebih tua dari korban pedofil. Lebih sering kasusnya adalah
si ayah mulai tertarik kepada anak perempuannya ketika si anak mulai
mengalami kematangan fisik, sedangkan pedofil biasanya tertarik pada
anak-anak jelas karena anak tersebut belum mencapai kematangan seksual.
5. Voyeurisme
Voyeurisme adalah kondisi
dimana seseorang memiliki prefensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan
seksual dengan melihat orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang
melakukan hubungan seksual. Tindakan melihat atau mengintip mendorong
individu untuk mengalami gairah seksual dan kadang menjadi hal penting
agar dapat mengalam gairah seksual. Orgasme seorang voyeus dicapai
dengan melakukan masturbasi, baik sambil tetap mengintip atau
setelahnya, sambil mengingat apa yang dilihatnya. Kdang seorang voyeur
berfantasi melakukan hubungan seksual dengan orang ynag diintipnya,
namun hal itu tetap menjadi fantasi dalam voyeurisme, jarang terjadi
kontak antara orang yang diintip dan orang yang mengintip.
Voyeur sejati, yang hampir
seluruhnya laki-laki, tidak merasa bergairah dengan melihat perempuan
yang sengaja membuka pakaiannya untuk kesenangan si voyeur. Elemen
risiko sepertinya penting karena si voyeur merasa bergairah dengan
kmungkinan reaksi perempuan yang diintipnya jika ia mengetahuinya.
Voyeurisme biasanya berawal di
masa remaja. Ada pemikiran bahwa voyeur merasa takut untuk melakukan
hubungan seksual secara langsung dengan orang lain, mungkin karena tidak
terampil dalam hubungan sosial. Tindakan mengintip yang mereka lakukan
berfungsi sebagai pemuasan pengganti dan kemungkinan memberikan rasa
kekuasaan atas orang yang diintipnya. Voyeur sering kali mengidap
parafilia lain namun tidak menjadi gangguan.
Adapun kriteria Voyeurisme dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan
mengintip orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan
hubungan seksual tanpa diketahui yang bersangkutan.
· Orang
yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau
dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan sangat
menderita atau mengalami masalah interpersonal.
6. Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah
prefensi tinggi dan berulang untuk mendapatkan kepuasan seksual kepada
orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya kadang kepada
seorang anak. Gangguan ini umumnya berawal di masa remaja. Seperti
halnya pada voyeurisme jarang ada upaya untuk melakukan kontak secara
nyata dengan orang yang tidak dikenal tersebut.
Gairah seksual terjadi
dengan berfantasi memamerkan alat kelaminnya atau benar0benar
melakukannya, dan eksibisionis melakukan masturbasi ketika berfantasi
atau memamerkannya. Pada sebagian besar kasus ada keinginan untuk
mengejutkan atau membuat malu korbannya.
Dorongan untk memamerkan alat kelamin sangat kuat dan hampir tidak dapat dikendalikan pada eksibionis, atau flasher,
dan tampaknya dipicu oleh kecemasan dan kegelisahan serta gairah
seksual. Karena dorongan tersebut bersifat impulsif, tingkah laku
memamerkan tersebut dapat dilakukan cukup sering. Para eksibisionis
memiliki dorongan yang sangat kuat sehingga pada saat melakukan tindakan
tersebut, mereka biasanya tidak memperdulikan konsekuensi sosial dan
hukum dari tindakan mereka.
Secara umum, eksibisionis
adalah orang yang tidak matang dalam mendekati lawan jenisnya dan
mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal. Lebih dari separuh
pengidap eksbisionis berstatus menikah, namun memiliki hubungan seksual
yang tidak memuaskan dengan pasangan.
Adapun kriteria Eksibisionisme dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan
memamerkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal yang tidak
menduganya.
· Orang
yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau
dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan
smengalami distress atau mengalami masalah interpersonal.
7. Froteurisme
Froteurisme adalah gangguan
yang berkaitan dengan melakukan sentuhan yang berorientasi pada bagian
tubuh seseorang yang tidak menaruh curiga akan terjadinya hal itu.
Froteur bisa menggosokkan penisya ke paha atau pantat seorang perempuan
atau menyentuh payudara atau alat kelaminnya. Tindakan ini umumnya
dilakukan di tempat umum, seperti di dalam bis yang penuh penumpang atau
trotoar yang penuh pejalan kaki, yang memudahkan pelaku untuk melarikan
diri. Froteurisme belum pernah diteliti secara ekstentif. Gangguan ini
tampaknya muncul di awal masa remaja dan umumnya diidap bersama dengan
parafilia lainnya.
Adapun kriteria Froteurisme dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan menyentuh
atau menggosokkan bagian tubuhnya pada orang yang tidak menghendakinya
· Orang
yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau
dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan
distress atau mengalami masalah interpersonal.
8. Sadisme Seksual dan Masokisme Seksual
Sadisme seksual yaitu
prefensi kuat untuk mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual
dengan menimbulkan rasa sakit atau penderitaan psikologis pada orang
lain atau pasangannya. Sedangkan masokisme adalah prefensi kuat untuk
mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual dengan menjadikan diri
sendiri sebagai subjek rasa sakit.
Kedua gangguan ini terjadi
dalam gangguan heteroseksual dan homoseksual. Beberapa sadistis dan
mesokis adalah perempuan. Gangguan ini mulai muncul di masa dewasa awal
dan sebagian besar sadistis dan masokis relatif cukup nyaman dengan
praktik seksual mereka yang tidak wajar. Terlepas dari gangguan yang
mereka idap, mayoritas sadistis dan mesokis menjalani kehidupan normal,
dan terdapat beberapa bukti bahwa mereka berpenghasilan dan memiliki
latar pendidikan yang di atas rata-rata.
Mayoritas sadistis dan mesokis
menjalin hubungan untuk mendapatkan kepuasan seksual secara timbal
balik. Sadistis dapat memperoleh kenikmatan orgasmik sempurna dengan
menimbulkan rasa sakit pada pasangannya dan masokis dapat terpuaskan
sepenuhnya dengan membiarkan dirinya tersakiti.
Adapun kriteria Sadisme dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan
(bukan fantasi) mempermalukan atau menyebabkan penderitaan fisik pada
orang lain
· Menyebabkan
distress pada orang yang bersangkutan dalam fungsi sosial atau
pekerjaan atau orang tersebut bertindak berdasarkan dorongannya pada
orang lain yang tidak menghendakinya
Sedangkan kriteria Masokisme dalam DSM IV TR:
· Berulang,
intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan,
perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan
(bukan fantasi) yang dilakukan oleh orang lain untuk mempermalukan atau
memukul dirinya
· Menyebabkan distress pada orang yang bersangkutan dalam fungsi sosial atau pekerjaan
B. FAKTOR PENYEBAB PARAFILIA
Di bawah ini ada beberapa faktor penyebab dari parafilia yang dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain:
1. Perspektif teori belajar,
stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi untuk rangsangan
seksual akibat pemasangannya dengan aktivitas seksual di masa lalu,
serta stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara
melibatkannya dalam fantasi erotis dan masturbasi.
2. Perspektif psikodinamika,
kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak yang
menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek atau aktivitas
yang lebih aman.
3. Perspektif multifaktor, penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanak-kanak dapat merusak pola rangsangan seksual yang normal.
Sedangkan faktor penyebab langsung
terbentuknya penyimpangan seksual parafilia tidak diketahui secara
pasti, beberapa dugaan kemunculan gangguan ini;
1) Pengalaman pelecehan dan kekerasan seksual dimasa kanak-kanak
2) Keterdekatan dengan situasi atau objek tertentu secara berulang kali dengan aktivitas seksual
3) Hambatan perkembangan dan kesulitan dalam menjalin hubungan dengan beda jenis
4) Kecanduan
pornografi, beberapa tayangan nyeleneh (aneh) akan memberikan daya
tarik seperti magnet yang dapat mempengaruhi psikologis ketergantungan
5) Pengaruh dari pasangan seksual
6) Pelampiasan stress yang tidak tepat sehingga menimbulkan kebiasaan dan pengulangan secara terus-menerus.
7) Rasa ingin mencoba yang diakibat penyampaian informasi atau persepsi yang salah
C. PANDANGAN TEORI PSIKOLOGI TERHADAP GANGGUAN PARAFILIA
Berikut ini ada beberapa pandangan dari teori Psikologi dalam memandang gangguan parafilia.
1. Perspektif Psikodinamika
Parafilia dipandang oleh para teoretikus
psikodinamika sebagai tindakan defensif, melindungi ego agar tidak
menghadapi rasa takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi
di tahap pregenital dalam perkembangan psikoseksual. Orang yang mengidap
parafilia dipandang sebagai orang yang merasa takut terhadap hubungan
heteroseksual yang wajar, bahkan terhadap hubungan heteroseksual yang
tidak melibatkan seks. Perkembangan social dan seksualnya (umumnya
laki-laki) tidak matang, tidak berkembang, dan tidak memadai untuk dapat
menjalin hubungan social dan heteroseksual orang dewasa pada umumnya.
2. Perspektif Behavioral dan Kognitif
Beberapa teori yang memiliki paradigma
behavioral berpendapat bahwa parafilia terjadi karena pengondisian
klasik yang secara tidak sengaja menghubungkan gairah seksual dengan
sekelompok stimuli yang oleh masyarakat dianggap sebagai stimuli tidak
tepat. Meskipun jarang disebutkan dalam literature terapi perilaku,
teori ini pertama kali dikemukakan dalam laporan Kinsey yang terkenal
mengenai perilaku seksual laki-laki dan perempuan Amerika.
Sebagian besar teori behavioral dan kognitif
mengenai parafilia yang ada saat bersifat multidimensional dan
berpendapat bahwa parafilia terjadi bila sejumlah fakta terdapat dalam
diri individu. Riwayat masa kanak-kanak individu yang mengidap parafilia
mengungkap bahwa sering kali mereka sendiri merupakan korban pelecehan
fisik dan seksual dan dibesarkan dalam keluarga dimana hubungan orang
tua-anak mengalami gangguan. Pengalaman harga diri tersebut dapat
berkontribusi besar terhadap rendahnya tingkat keterampilan social dan
harga diri, rasa kesepian, dan terbatasnya hubungan intim yang sering
terjadi pada para pengidap parafilia. Di sisi lain, banyak fakta bahwa
banyak pedofil dan eksibisionis memiliki hubungan social-seksual yang
wajar mengindikasikan bahwa masalah ini lebih kompleks dari sekedar
disebabkan oleh tidak tersedianya sumber seks yang tidak menyimpang.
Lebih jauh lagi, keyakinan luasnya bahwa pelecehan seksual dim as
kanak-kanak memicu seseorang memiliki perilaku parafilik setelah dewasa
perlu dikoreksi berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa kurang
dari sepertiga penjahat seks berusia dewasa yang mengalami pelecehan
seksual sebelum mereka berusia 18 tahun.
Hubungan orang tua-anak yang menyimpang juga
dapat memicu permusuhan atau sikap negative pada umumnya dan kurangnya
empati terhadap perempuan, yang dapat meningkatkan kemungkinan untuk
menyakiti perempuan. Alkohol dan efek negative sering kali merupakan
pemicu tindakan pedofilia, voyeurism, dan eksibisionisme. Hal ini
sejalan dengan pengetahuan kita tentang efek alkohol yang menghilangkan
berbagai hambatan. Aktivitas seksual menyimpang, seperti halnya
penggunaan alkohol, dapat menjadi alat untuk melepaskan diri dari afek
negative.
3. Perspektif Biologis
Karena sebagian besar orang mengidap
parafilia adalah laki-laki, terdapat spekulasi bahwa androgen, hormone
utama pada laki-laki, berperan dalam gangguan ini. Karena janin manusia
pada awalnya terbentuk sebagai perempuan dan kelakilakian ditimbulkan
oleh pengaruh hormonal terkemudian, mungkin dapat terjadi suatu
kesalahan dalam perkembangan janin.
D. TINDAKAN PREVENSI
Karena sebagian besar parafilia ilegal,
banyak orang dengan parafilia yang masuk penjara, dan diperintahkan oleh
pengadilan untuk mengikuti terapi. Para pelaku kejahatan seks tersebut
seringkali kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilakunya. Terdapat
beberapa metode yang dapat dilakukan terapis untuk meningkatkan
motivasi mengikuti perawatan:
1) Terapis berempati terhadap keengganan untuk mengakui bahwa ia adalah pelanggar hukum
2) Terapis
dapat memberitahukan jenis-jenis perawatan yang dapat membantu
mengontrol perilaku dengan baik dan menunjukkan efek negatif yang timbul
apabila tidak dilakukan treatment.
3) Terapis
dapat memberikan intervensi paradoksikal, dengan mengekspresian
keraguan bahwa orang tersebut memiliki motivasi untuk menjalani
perawatan.
4) Terapis
dapat menjelaskan bahwa akan ada pemeriksaan psikofisiologis terhadap
rangsangan seksual pasien; dengan demikian kecenderungan seksual pasien
dapat diketahui tanpa harus diucapkan atau diakui oleh pasien.
E. CONTOH KASUS PARAFILIA
Ribuan Gambar Porno Dorong Pria Ini Nodai Gadis 10 Tahun
Ian Pain (48) yang berprofesi sebagai
pemimpin Pramuka, dikenal sebagai sosok pria yang memiliki hobi aneh.
Apa hobi sebenarnya?
Ian Pain memiliki 3.800 gambar vulgar yang
disimpan di komputernya. Gambar vulgar itu merupakan foto dari anak-anak
perempuan berusia 7 sampai 16 tahun. Gambar vulgar yang dimilikinya
membuat gejolaknya membuncah. Ia pun tak tahan hingga memperkosa seorang
anak berusia 10 tahun. Akibat
ulahnya, Ian harus rela menjalani hari-harinya selama 16 tahun ke depan
dari balik jeruji besi penjara Wolverhampton Crown Court.
Sewaktu menjalani pemeriksaan, Ian juga
mengaku telah menghasut anak-anak muridnya tersebut untuk terlibat dalam
aktivitas seksual, dan menyebarkan gambar-gambar vulgar yang
dimilikinya ke murid laki-laki di sekolahnya.
Para penyidik juga menemukan 1.305 foto
vulgar yang didistribusikan oleh Ian ke seorang teman yang tidak pernah
dikenalnya, melalui room chat. “Dia mengatakan, bahwa ia seringkali
menyebarkan luaskan gambar-gambar itu. Bila ada orang yang tidak mau
menerimanya, maka orang tersebut siap-siap didepak dari lingkaran
pertemannya itu,” kata detektif kepolisian Allan Sharp, dikutip Daily
Mail, Jumat (4/10/2013).
Cinta Terlarang, Bibi Mengandung Benih dari Keponakan
Samson Musararika (25) ditangkap oleh pihak
berwajib setelah sang ibu, Dolica Musarika, menangkap basah ia sedang
berhubungan seksual dengan sang bibi, yang mana wanita itu adalah adik
kandung dari ibunya sendiri. Pihak berwajib yang menangani kasus ini
mengatakan, Samson dan bibinya yang usianya 4 tahun lebih muda darinya,
nekat menjalin cinta dan selalu berhubungan seksual, tiap kali Dolica
tidak berada di rumah.
Sang bibi yang diketahui bernama Shylet
Chimuka (21) asal Harare, Zimbabwe, mau tidak mau harus menjalani
hukuman yang sama dengan Samson. Keduanya diperintahkan untuk melakukan
pekerjaan selama 210 jam tanpa dibayar.
Kepada pihak berwajib Dolica menceritakan,
bahwa selama beberapa hari ia memang meninggalkan anak dan sang adik
berduaan di dalam rumah. Tak lama kemudian, Dolica memutuskan untuk
pulang. Sesampainya di rumah, betapa kagetnya ia melihat sang adik
tengah berbadan dua. Dulica pun mempertanyakan kepada Shylet, siapa pria
yang tega membuatnya hamil.
“Saya kaget ketika Shylet mengatakan, bahwa
pria yang menghamilinya adalah Samson, anak saya sendiri. Samson juga
mengaku, telah berhubungan seksual dengan bibinya, dan ia dengan lantang
mengatakan, dialah ayah dari bayi yang dikandung oleh bibinya itu,”
cerita Dolica, seperti lansir laman My Zimbabwe, Senin (28/10/2013).
Mendengar pengakuan seperti itu, jelas membuat Dolica berang. Tanpa
pikir panjang, Dolica memutuskan melaporkan kejadian ini kepada pihak
yang berwajib.
Ingin Capai Kepuasan Seksual, Garpu Malah Terjebak di Mr P Kakek
Pria berusia 70 tahun dari Australia
menganggap dengan memasukkan garpu sepanjang 10 centimeter ke penisnya
(kelamin) bisa mencapai kepuasan seksual. Tapi, usahanya tersebut
membuatnya harus dibawa ke ruang gawat darurat di Canberra Hospital.
Pria berusia itu mengatakan kepada dokter ia
memasukkan garpu itu ke uretranya hampir 12 jam agar mencapai kepuasan
seksual. Tapi, alat itu terjebak. Garpu tak terlihat saat dokter
memeriksanya. Tapi, sang dokter bisa merasakannya dari luar dan bantuan
rontgen bisa menunjukkan posisi garpu. Dokter memberikan beberapa
pilihan untuk mengambil garpu sebelum memutuskan menarik langsung garpu
itu dengan menggunakan tang dan memberikan `pelumasan` yang berlebihan
saat pasien berada di bawah anastesi umum. Pasien yang sudah tua dan tak
disebutkan namanya itu kemudian dikirim ke rumahnya usai dokter
melakukan tindakan medis. Dalam International Journal of Surgery,
tiga dokter menyebutkan bahwa ada beberapa kasus langka yang
menyebabkan darurat medis akibat adanya benda asing bersarang di saluran
kemih bawah.
Beberapa daftar benda aneh yang ditemukan di
dalam bagian tubuh lainnya seperti jarum, pensil, kawat, kunci, sikat
gigi, lampu bola, termometer, tanaman dan sayuran, lintah, ular, kokain,
dan lem. “Itu jelas bahwa pikiran manusia tanpa hambatan dan
membiarkannya kreatif,” ujar penulis seperti dikutipStuff, Senin (19/8/2013).
Tim medis yang terdiri dari Krishanth Naidu,
Maurice Mulcahy, dan Amanda Chung, menjelaskan, kasus garpu ini
menciptakan diskusi di kalangan medis mengingat hal tersebut merupakan
tantangan besar yang harus dihadapi. Para dokter mengatakan, motif
memasukkan benda-benda ke wilayah sensitif sangat sulit dipahami.
“Daftar praktik ini terutama selama keadaan patologis masturbasi,
penyalahgunaan zat, dan keracunan serta sebagai akibat dari percampuran
psikologis,” jelas dokter.
Stimulasi rangsangan dengan memasukkan benda
asing ke uretra sebenarnya sudah ada sejak zaman dulu. Dokter
menyebutkan, pasien yang malu biasanya mengambil barang itu sendiri.
Tapi, uretranya berisiko cedera dan benda asing berpindah. Bahaya
sebenarnya adalah infeksi yang menyebabkan kematian, karena pasien yang
malu sering menunda perawatan medis. Dokter biasanya mencoba untuk
menghindari operasi dalam situasi seperti ini, bukan memilih opsi yang
akan meminimalkan trauma urothelial dan menjaga fungsi ereksi
Sumber: kesehatan.kompasiana.com